Jakarta, 17 Februari 2016. Studi bersama mengenai persamaan dan perbedaan antara sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) hari ini resmi diumumkan. Studi bersama tersebut ini merupakan wujud pencapaian nyata dari kerjasama yang efektif antara standar sawit berkelanjutan Indonesia dan dunia.
Studi bersama tentang “Persamaan dan Perbedaan Sistem Sertifikasi ISPO dan RSPO” ini diprakarsai oleh RSPO dan ISPO, dan didukung oleh Kementerian Pertanian. PT. Mutu Agung Lestari, sebagai lembaga sertifikasi independen yang memiliki kompentensi dalam melakukan audit untuk RSPO dan ISPO, ditunjuk sebagai pelaksana studi.
Dengan difasilitasi oleh United Nations Development Programme (UNDP), studi ini merupakan pencapaian nyata atas kerjasama antara kedua sistem standarisasi berkelanjutan dan menjadi salah satu langkah penting dalam upaya mencapai efisiensi proses sertifikasi sektor minyak sawit di Indonesia.
Dalam pidatonya di acara peluncuran studi bersama, Herdradjat Natawidjaja, Kepala Sekretariat ISPO mengatakan “Studi ini menandai titik balik dalam upaya masyarakat internasional untuk mendukung dan bekerjasama dengan hukum dan peraturan Indonesia yang berkaitan dengan sektor minyak sawit. Kami akan terus berupaya untuk memperkuat standar sertifikasi ISPO dan meningkatkan akses pasar bagi industri sawit Indonesia. "
Temuan utama dari studi ini menunjukkan bahwa ISPO dan RSPO memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk menekan berkurangnya tutupan hutan, mengurangi emisi gas rumah kaca dari perubahan fungsi lahan serta kepatuhan terhadap persyaratan hukum. Namun, studi ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dari unsur yang terkandung dalam persyaratan kedua standar tersebut. Perbedaan yang mendasar menyangkut kawasan lindung dan konsep Nilai Konservasi Tinggi, prosedur pemindahan hak lahan perkebunan sawit berdasarkan ketentuan perundangan di Indonesia dan pelaksanaan Free Prior Informed Consent (FPIC) dalam RSPO, serta prosedur untuk penanaman baru.
Salah satu rekomendasi utama yang dihasilkan oleh studi ini adalah untuk memanfaatkan sebanyak mungkin persamaan dari kedua sistem sertifikasi sebagai dasar untuk melakukan joint audit sertifikasi ISPO dan RSPO dapat menjadi lebih efisien. Dalam rekomendasi tersebut juga disampaikan bahwa joint audit tersebut ini harus dilakukan oleh auditor yang memahami kedua sistem ISPO dan RSPO.
“Hasil temuan studi bersama ini menunjukkan bagaimana ISPO dan RSPO dapat saling melengkapi dan dengan bersama dapat menawarkan solusi yang lebih besar untuk para pemangku kepentingan dari apa yang dapat dicapai oleh masing-masing. Kami berharap kerjasama ini dapat terus berlanjut untuk mewujudkan praktek minyak sawit berkelanjutan sebagai norma bagi masyarakat Indonesia," ujar Tiur Rumondang, Direktur RSPO Indonesia.
"Penerapan prinsip berkelanjutan di seluruh rantai pasokan minyak sawit Indonesia membutuhkan kerjasama yang signifikan dan efektif antara seluruh pemangku kepentingan, terutama antara pemerintah dan pasar internasional. Konferensi Perubahan Iklim COP21 tahun lalu di Paris menekankan pentingnya respon global yang terkoordinasi terhadap perubahan iklim. Studi bersama ini merupakan sebuah langkah awal yang penting untuk meningkatkan kerjasama yang diperlukan untuk memastikan berkelanjutan sawit di Indonesia dan merupakan contoh yang baik dalam merespon tuntutan global,” ungkap Tomoyuki Uno, UNDP’s Asia Manager for the Green Commodities Programme.
Selanjutnya, sekretariat ISPO dan RSPO diharapkan terus menjalin komunikasi agar menghasilkan langkah nyata yang dapat meningkatkan daya saing dan berkelanjutan produk sawit Indonesia.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perbedaan dan persamaan dari hasil studi bersama ISPO dan RSPO dapat diunduh pada situs ini: www.id.undp.org, www.inpop.id or www.rspo.org.
Catatan untuk redaksi
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Total area perkebunan untuk produksi minyak sawit di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 11 juta hektar (2014), menghasilkan sekitar 30 juta ton minyak sawit. Indonesia menargetkan peningkatkan produksi minyak sawit menjadi 40 juta ton pada tahun 2020 .
Pesatnya perkembangan industri sawit Indonesia, khususnya selama empat dekade terakhir, telah memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi Indonesia namun secara bersamaan meningkatkan kekhawatiran terhadap aspek berkelanjutan. Sertifikasi dan standarisasi dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir sebagai langkah strategis untuk merangsang preferensi pasar untuk minyak sawit berkelanjutan sekaligus meningkatkan kapasitas produsen dan petani kecil .
Dalam industri minyak sawit Indonesia terdapat dua standarisasi, yaitu: Sistem Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang diluncurkan pada bulan Maret 2011, sebagai sertifikasi nasional yang wajib dimana skema sertifikasinya dikelola oleh Pemerintah Indonesia (Kementerian Pertanian); dan standar RSPO diluncurkan pada tahun 2004 sebagai inisiatif bisnis yang sifatnya sukarela dan bertujuan untuk mentranformasi pasar minyak sawit untuk mewujudkan minyak sawit berkelanjutan sebagai norma di masyarakat.
Tentang ISPO
Sistem Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan kebijakan yang diadopsi oleh Kementerian Pertanian mewakili Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global dan berkontribusi terhadap tujuan Pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan berkelanjutan industri ini.
ISPO adalah standar yang dibuat berdasarkan peraturan Pemerintah Indonesia, dan dan dengan demikian wajib diterapkan dan mencerminkan pedoman berkelanjutan dan aspirasi Pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan dalam negeri lainnya. ISPO dilengkapi dengan mekanisme sertifikasi, dan tujuan utama ISPO adalah memfasilitasi produsen / pabrik kelapa sawit untuk mematuhi hukum dan peraturan yang ada di Indonesia.
Tentang RSPO www.rspo.org
Sebagai respon terhadap tekanan global yang mendesak terhadap produksi minyak sawit berkelanjutan, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dibentuk pada tahun 2004 dengan tujuan untuk mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan produk minyak sawit berkelanjutan melalui standar global yang kredibel dan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. RSPO terdaftar di Zurich, Swiss, dengan kantor sekretariat berada di Kuala Lumpur dan kantor perwakilan di Jakarta, London dan Zoetermeer (NL).
RSPO merupakan asosiasi nirlaba yang mempersatukan berbagai pemangku kepentingan dari tujuh sektor di industri minyak sawit – yakni produsen kelapa sawit, pengolah atau pedagang minyak sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan investor, serta Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang konservasi lingkungan dan sosial – untuk mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak sawit berkelanjutan.
Tentang Sustainable Palm Oil Initiative UNDP ( SPOI )
Dalam rangka memfasilitasi produksi minyak sawit berkelanjutan di Indonesia, Kementerian Pertanian, United Nations Development Programme (UNDP) dan beberapa perusahaan multinasional bermitra untuk mengembangkan Sustainable Palm Oil Initiative (SPOI), dengan tujuan untuk membantu Indonesia menciptakan terobosan baru dalam membangun ekonomi yang berkelanjutan yang mendukung pertumbuhan, ekuitas dan mata pencaharian yang lebih baik.
Pembentukan SPOI ini sejalan dengan misi UNDP untuk membantu negara-negara seperti Indonesia menemukan cara untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat miskin dan penduduk marjinal. SPOI telah memainkan peran penting dalam mendukung pembentukan Indonesia Palm Oil Platform (InPOP), sebagai forum berbagai pemangku kepentingan yang bertujuan untuk membentuk Rencana Nasional untuk berkelanjutan sawit di Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Dhiny Nedyasari Rebecca Lake
RSPO Indonesia Communications Manager UNDP and InPOP Communications Officer
[email protected] [email protected]
P: +6221 250 6417 M: +62 813 106 34343
M: +62 818 740 121