Asosiasi Pekebun Swadaya Kelapa Sawit Pelalawan Siak

Upaya Berbasis Masyarakat Untuk Mencapai Praktik Berkelanjutan

Joko Prasetyo adalah pendatang baru di proyek Indonesian Palm Oil for Smallholders Development (IPODS). Mantan peternak ayam yang beralih menanam kelapa sawit, Prasetyo bergabung pada awal 2019, hampir empat tahun setelah proyek tersebut diluncurkan oleh International Finance Corporation (IFC) dan Musim Mas di Indonesia. Prasetyo cepat belajar dan dalam sepuluh bulan setelah menerima bantuan dan pelatihan, dia terpilih sebagai ketua kelompok tani. 

Dari sekitar 10,000 petani yang telah mendapatkan pelatihan, tim proyek IFC dan Musim Mas memilih petani yang memenuhi syarat di wilayah Pelalawan Siak untuk menjalani sertifikasi RSPO. Berdasarkan seleksi ini, proyek membentuk asosiasi baru dengan sekitar 300 petani kecil yang bekerja untuk memenuhi Prinsip & Kriteria RSPO. 

“Pada saat paguyuban berdiri, sebagian besar anggota sudah menerapkan best management practice dalam memelihara kebun kita, seperti pemupukan dan pemeliharaan, karena melihat hasilnya pada hasil panen,” kata Prasetyo. “Namun, anggota masih memiliki kemajuan dalam hal persyaratan keselamatan seperti memakai alat pelindung diri atau menghindari pelepasan bahan kimia di daerah sempadan sungai,” jelas Prasetyo. 

“Petani sering bertanya-tanya, 'Mengapa RSPO mengharuskan kami berperilaku seperti perusahaan perkebunan?' Butuh waktu untuk mendidik petani, tetapi dengan pelatihan yang tepat mereka menganut konsep melindungi lingkungan, keselamatan mereka sendiri, dan masyarakat.”  

Pada Agustus 2020, kurang dari satu tahun setelah dimulainya pelatihan, asosiasi lulus audit dan dianugerahi sertifikasi RSPO. Pada awal tahun 2021, tim proyek membantu asosiasi tersebut untuk menemukan pembeli untuk kredit RSPO-nya. Tepat sebelum awal Ramadhan, bulan puasa bagi umat Islam, asosiasi mencairkan uang yang diterima dari kredit RSPO mereka kepada para anggotanya. 

Prasetyo menambahkan, “Pembayaran tahap pertama digunakan untuk membayar program asuransi kesehatan nasional (BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan) untuk satu tahun. Ini karena ada anggota asosiasi yang meninggal dunia, dan keluarganya mendapat santunan dari BPJS.” Mengingat bahwa kecelakaan dapat terjadi selama panen, hal ini mendorong para petani untuk mencari cara untuk menutupi asuransi kesehatan bagi para pemanen yang secara teratur bekerja untuk mereka.

“Ketika kecelakaan terjadi, banyak petani hanya mampu membayar sebagian dari tagihan medis yang dikeluarkan oleh pemanen yang terluka. Akibatnya, para pemanen ini harus membayar biaya pengobatan yang tersisa sementara petani kehilangan produksi yang berharga. Dengan membayar sedikit biaya untuk BPJS, petani dapat memberikan perlindungan medis kepada pekerjanya dengan tetap mempertahankan tingkat produktivitas yang tinggi,” tambah Prasetyo. 

Sekarang, persiapan audit penilikan di bulan Agustus sedang dilakukan. “Mengingat Asosiasi masih dalam tahap awal, kami membutuhkan bantuan dari luar. Misalnya, kami yang berada di sistem pengendalian internal masih beradaptasi dengan peran kami. Tanpa bantuan dari tim IFC-Musim Mas, saya rasa kami tidak akan bisa melakukannya sendiri,” tambah Prasetyo. 

Tidak seperti petani plasma yang mengelola kebun mereka di lingkungan yang sama, petani swadaya dalam setiap asosiasi biasanya tersebar dan berlokasi di wilayah yang luas. “Anggota kami berasal dari 11 desa dan dua dusun. Alhasil, dibutuhkan waktu sekitar 1.5 hingga 2 jam berkendara dari satu ujung ke ujung lainnya,” ujar Joko. 

Asosiasi petani swadaya dihadapkan pada tantangan lain: Keanekaragaman yang luas di antara anggota. Ini menghadirkan kesulitan dengan pengelompokan dan pelatihan anggota baru. 

“Anggota datang dari berbagai latar belakang. Beberapa adalah petani asli sementara yang lain adalah petani pendatang. Asosiasi ini terdiri dari banyak kelompok usia dan etnis yang berbeda. Selain itu, beberapa berbicara bahasa yang berbeda dan memiliki tingkat pendidikan yang berbeda. Dengan anggota dari berbagai lapisan masyarakat, kami perlu memastikan semua orang berada di halaman yang sama, ”kata Prasetyo.  

Terlepas dari tantangan tersebut, Prasetyo optimis asosiasi dapat mempertahankan sertifikasinya dalam audit penilikan mendatang. “Alhamdulillah, pergaulan semakin hari semakin kuat. Selama anggota bekerja untuk melanjutkan standar keberlanjutan kami yang tinggi, saya yakin kami dapat mencapai apapun sambil mempertahankan sertifikasi RSPO kami,” tutup Prasetyo.   

Total area yang dicakup oleh proyek
1828.92 ha

Jumlah petani kecil yang mendapat manfaat dari proyek ini
496 Petani kecil

Jumlah/persentase perempuan yang didukung oleh proyek ini
21.17% perempuan dalam proyek ini

Dengan tersertifikasinya organisasi di tahun pertama, mereka membutuhkan bantuan dari pihak ketiga untuk mempertahankan mata pencaharian mereka sambil menjunjung tinggi praktik berkelanjutan di perkebunan mereka. Upaya mereka harus dihargai oleh pemain hilir seperti Produsen Barang Konsumen dan pengecer.

Untuk itu, tunjukkan dukungan Anda dengan membeli Kredit Petani RSPO. Dengan bantuan Anda, grup akan dapat mendedikasikan lebih banyak sumber daya untuk mempromosikan hak-hak pekerja, keselamatan, dan perlindungan lingkungan.

Jl. Lintas Timur KM. 34, Desa Sekijang, Kecamatan Bandar Sei Kijang, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Indonesia

Kontak Perwakilan
Joko Prasetyo | Ketua | [email dilindungi] |

Suhaimi
Sekretaris
(+ 62) 852-7214-8592
[email dilindungi]

Kontak Perwakilan

| | |